Pemkot Bekasi Didemo Mahasiswa, Koordinator Aksi; Sebaiknya Dicopot Saja Tanti Rohilawati -->

Header Menu

Advertisement

Pemkot Bekasi Didemo Mahasiswa, Koordinator Aksi; Sebaiknya Dicopot Saja Tanti Rohilawati

Redaksi
Kamis

Reporter; Suink

Mahasiswa Aksi Demo di Depan Kantor Pemerintahan Kota Bekasi
GIBAS NEWS, BEKASI - Puluhan pemuda dan mahasiswa menuntut Wali Kota Bekasi mencopot jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati yang dinilai tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara maksimal.

Tuntutan mahasiswa disampaikan dalam aksi unjukrasa yang berlangsung, Kamis (27/2/2020), di depan perkantoran Pemerintahan Kota Bekasi, Jl. Ahmad Yani No. 1 Bekasi Selatan.

Pemuda dan Mahasiswa mengatasnamakan Komunitas  Bersama Rakyat Lawan Korupsi atau KOBAR API tersebut menilai Tanti Rohilawati gagal menjalankan tugasnya sebagai kepala OPD yang menangani pelayanan kesehatan masyarakat.

Beberapa catatan kegagalan yang diungkapkan KOBAR API dalam rilisnya, antara lain adalah gagalnya Dinas Kesehatan mempertahankan program KS-NIK, yang menjadi senjata utama Wali Kota Bekasi dan wakilnya dalam melayani kesehatan masyarakat. Apalagi, kesehatan masyarakat secara gratis merupakan hak yang diatur dalam UU Dasar 1945.

"UU tentang otonomi daerah memungkinkan bagi masing-masing Pemda menjamin kesehatan warganya. Niat Baik Wali Kota Bekasi memberikan layanan kesehatan gratis melalui program Kartu Sehat (KS) perlu diapresiasi. Namun keinginan ini tidak diimbangi dengan kinerja Kepala Dinas Kesehatan. Karena itu, sebaiknya dicopot saja Tanti Rohilawati," ungkap Koordinator Aksi, Andrianto dalam orasinya.

Dikatakannya, berdasar Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bekasi Pasal 5 Poin D2 menyatakan bahwa Dinas Kesehatan, menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan.

"Terhentinya layanan kesehatan gratis (KS-NIK) adalah bukti kegagalan Kadinkes," tegasnya.

Selain itu, mahasiswa juga membeberkan kasus DBD (Demam Berdarah Dangue) pada tahun 2019 mencapai 1903.kasus. Angka tersebut, kata dia, sangat tinggi, apalagi menyebabkan 3 Orang meninggal.

"Mana upaya Dinas Kesehatan dalam mencegah terjadinya DBD? Mana program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Padahal anggaran yang digelontorkan milyaran rupiah, tapi gagal diimplementasikan," ungkapnya.