Pemkot Bekasi Gusur Bangli tanpa Sosialisasi? -->

Header Menu

Advertisement

Pemkot Bekasi Gusur Bangli tanpa Sosialisasi?

Redaksi
Kamis


GIBASNEWS.COM BEKASI - Kuasa Hukum warga penggusuran dilingkungan Perumahan Bumi Rawa Tembaga, RT 01/RW 11, Jalan Bougenville Raya Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, menyesalkan tindakan pemerintah daerah setempat tidak melakukan sosialisasi dan dialog.

"Kalau yang namanya penggusuran ada proses sosialisasi dan negoisasi atau semacam ganti rugi. Ini yang kita persoalkan," kata R. Siregar kepada wartawan dilokasi penggusuran, Kamis (25/7).

Ia mengaku, sampai hari ini belum ada stakeholder yang bisa dihubungi terkait perundingan agar pelaksanaan penggusuran ditunda."Semua pejabat yang dipertemukan kepada kami selaku kuasa hukum hanya bisa menampung," katanya.

Ia juga mempertanyakan, dari 58 bangunan yang terdampak penggusuran hanya satu dibebaskan.

"Kita lihat pelaksanaannya. Terlaksana tidak? Seharusnya ada, jembatan yang masuk salah satu perumahan termasuk tembok dan pagar," tuturnya.

Menurutnya, tindakan Pemkot Bekasi dalam melakukan tindakan penggusuran warga secara ilegal. Karena sosialisasi tidak dilakukan secara 'door to door'.

"Menurut informasi yang saya terima, peringatan atau SP 1 sampai 3 ditumpuk di aatu titik, ada yang sampai dan tidak," ucap Siregar.

Diketahui, Pemkot Bekasi telah mengagendakan penggusuran hampir 100 bangunan yang dianggap bangunan liar di wilayah itu.

Warga pun mengecam keras penggusuran tersebut karena penuh kejanggalan dan sarat kepentingan kapitalis.

Kejanggalan itu dimulai dari tidak adanya sosialisasi kepada warga. Adapun surat peringatan  1 hingga 3 turun dalam waktu sangat cepat, sekitar 3 minggu. Beberapa hari berikutnya turun Surat Pembongkaran. Alasan utamanya karena melanggar Perda Nomor  Kota Bekasi.

Padahal, warga sudah tinggal lama, belasan hingga lebih dari 30 tahun. Namun, Pemkot Bekasi termasuk Dinas Tata Ruang tak menggubris hal tersebut.

Menurutnya Kejanggalan lainnya, rencana untuk normalisasi sungai yang lebarnya 2-3 meter. Anehnya malah harus menggusur semua bangunan. Hal itu jelas menyimpang karena normalisasi itu tak masuk akal. Mestinya normalisasi itu harus dimulai dari ujung pemukiman yaitu dari bangunan Pura, Gereja Kristen Jawa, dan Perumahan Jatisari yang juga melintasi pinggiran Kali kecil.

Hal lainnya yaitu sarat kepentingan kapitalis. Pasalnya ada bangunan tembok, jalan akses masuk, jembatan dan trafo listrik di Perumahan baru, Perumahan Casaalaia yang jelas sejajar dengan rumah warga namun tidak termasuk daftar bangunan yang bakal digusur.ucap Siregar.(yan)