Bang Pepen Terus Perjuangkan Program Layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK -->

Header Menu

Advertisement

Bang Pepen Terus Perjuangkan Program Layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK

Redaksi
Jumat

Reporter: Suink


GIBASNEWS, Jakarta - Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi dipanggil secara khusus oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Kamis (26/12/2019).

Walikota Bekasi Bersama Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawaty, Kepala BAPPEDA, Dinar Faisal, Inspektur Kota Bekasi, Widodo Indrijantoro, Kepala Dinas Sosial, Ahmad Yani, Direktur RSUD Chasbulah Abdulmajid, Kusnanto Saidi Staf ahli Wali Kota Bidang Keuangan dan SDM, Dwi Andaryanie, Kepala DISKOMINFO, Encu Hermana dan Kepala Bagian Hukum, Diah.


Pertemuan tersebut untuk membahas kelanjutan program Kartu Sehat Berbasis NIK yang menjadi trending topik di Kota Bekasi, dan menjadi polemik karena isu penghentian Layanan Kesehatan Masyarakat berbasis NIK.

Wali Kota menjelaskan bahwa program tersebut yang setara dengan layanan kesehatan kelas 3, menjadi program unggulan untuk Warga Kota Bekasi, karena warga yang membutuhkan sangat tertolong dengan adanya Layanan Kesehatan Masyarakat tersebut berbasis biaya yang disiapkan oleh APBD Pemerintah Kota Bekasi.

"Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan Masyarakat penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah harus di integrasikan dengan Jaminan Kesehatan Nasional yang di kelola BPJS Kesehatan, kami berusaha memperjuangkan program kesehatan ini pada 2020 dapat tetap berjalan dan legal baik secara Yuridis maupum de facto," kata Bang Pepen sapaan akrabnya Walikota Bekasi.

Dan jika di integrasikan ke BPJS Kesehatan, masih dikatakannya,  maka sakit maupun tidak sakit, Pemerintah Kota Bekasi harus membayar iuran selama satu tahun kurang lebih sebesar Rp. 996 Milyar.

"Apabila dikelola sendiri oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan kerjasama Rumah Sakit swasta dihitung selama satu tahun kurang lebih sekitar Rp. 380 milyar, dengan perhitungan dan pertimbangan secara Realitas Jika di integrasikan Kota Bekasi sangat keberatan karena dengan uang kurang dari Rp. 500 milyar dapat digunakan untuk membangun Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana prasarana pelayanan lainnya," ungkapnya.

Lebih lanjutnya ia menjelaskan, layanan kesehatan masyarakat berbasis NIK pembayaran secara inacibijis dan insidential, dan tidak dipersulit oleh rumah sakit yang bekerjasama, serta masyarakat tidak dibebankan iuran perbulannya.

Mendengar pernyataan dari Walikota Bekasi, Moeldoko selaku KSP juga menyayangkan BPJS tidak bisa seperti program kesehatan yang ada di Kota Bekasi, sehingga hasil pertemuan ini akan di rapatkan ke dalam rapat Menteri khusus pembahasan tentang perpres 82, dan Kota Bekasi akan diberikan hasilnya.

Walikota Bekasi juga berharap tahun 2020 Kota Bekasi diberikan kewenangan untuk mengelola kesehatan sendiri, dan jika diberikan kewenangan oleh Pemerintah Pusat maka Pemerintah Kota Bekasi dapat membangun rumah sakit tipe D lagi  sebanyak 3 rumah sakit dengan anggaran APBD Pemerintah Kota Bekasi.

Sebelumnya, Pemkot Bekasi telah memperjuangkan keberlangsungan program KS NIK ini melalui konsultasi dengan Gubernur Jabar, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi IX DPR, Kementerian Kesehatan, Kemendagri, dan BPJS Kesehatan. Langkah 'judicial review' juga ditempuh ke Mahkamah Konstitusi.

Tak hanya itu Bang Pepen mengatakan Pemerintah Kota Bekasi akan terus berjuang untuk program layanan kesehatan Masyarakat Berbasis NIK di Tahun 2020.

"Semoga hasil rapat menteri nanti bisa memuaskan hasilnya, dan kami dapat dukungan untuk melanjutkan program kesehatan tersebut," pungkasnya.